KAB. CIREBON - Jajaran Polresta Cirebon menggerebek gudang penyalahgunaan gas bersubsidi ke gas non subsidi di Desa Palimanan Timur, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon, Senin (12/9/2022). Penggerebekan tersebut dipimpin langsung oleh Kapolresta Cirebon, Kombes Pol Arif Budiman, S.I.K, M.H.
Dalam penggerebekan tersebut, petugas menemukan 1.137 tabung gas LPG 3 kilogram atau gas melon yang terdiri dari 704 tabung gas kosong dan 433 tabung gas isi. Selain itu, 13 tabung gas isi ukuran 5, 5 kilogram, 242 tabung gas isi ukuran 12 kilogram, 86 tabung gas ukuran 50 kilogram, 934 tutup segel gas, dan lainnya.
Kapolresta Cirebon, Kombes Pol Arif Budiman, S.I.K, M.H, mengatakan, modus pengoplosan gas bersubsidi tersebut ialah memindahkan isinya ke gas non subsidi ukuran 5, 5 kilogram, 12 kilogram, hingga 50 kilogram, menggunakan selang regulator. Kemudian gas non subsidi tersebut dijual ke beberapa pihak.
"Jadi, modusnya isi gas melon dipindahkan ke gas non subsidi menggunakan selang, dan dijual ke pihak lain untuk keuntungan pribadi. Pelakunya berinisial AR dan saat ini sudah diamankan untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut, " kata Kombes Pol Arif Budiman, S.I.K, M.H.
Ia mengatakan, barang bukti lainnya yang berhasil diamankan diantaranya 26 selang regulator, alat timbang, buku catatan gas LPG, surat jalan, nota pembelian, dan dua lembar laporan harian. Bahkan, dua unit mobil yang diduga digunakan untuk pengiriman gas LPG juga turut diamankan.
Yakni, satu unit mobil bak L300 dengan nomor polisi E 8714 XY dan satu unit truk berwarna merah dengan nomor polisi B 9002 SDB. Seluruh barang bukti penyalahgunaan gas bersubsidi tersebut telah diamankan ke Mapolresta Cirebon untuk pemeriksaan lebih lanjut.
"Dari hasil pemeriksaan sementara diketahui pelaku rata-rata menjual 25 tabung gas 12 kilogram dan 50 kilogram yang isinya dari gas melon. Sehingga dalam satu bulan, pelaku mendapatkan keuntungan hingga Rp 131 juta dari hasil penyalahgunaan gas bersubsidi tersebut, " ujar Kombes Pol Arif Budiman, S.I.K, M.H.
Menurutnya, AR dijerat Pasal 55 Undang-Undang Ri Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan diancam hukuman maksimal enam tahun penjara serta denda paling banyak Rp 60 miliar. (Bekti)